HARIANBERANTAS.CO
- Jelang akhir tahun ini, dinamika harga cabai di berbagai daerah menjadi
perhatian utama Kementerian Pertanian (Kementan), khususnya dalam menjaga
stabilitas harga komoditas hortikultura jelang Hari Besar Keagamaan (HBKN).
Hal ini
ditegaskan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yang mengatakan pentingnya
hadir di lapangan untuk mendukung petani, memantau produksi, mencatat
permasalahan yang dihadapi, dan memberikan solusi bersama dengan dinas
pertanian.
“Jelang
Naturu ini kita semua harus berada di lapangan, kita harus berada dekat dengan
petani, hitung produksinya, catat masalahnya dan berikan solusinya. Tentu kalau
bersama-sama dinas pertanian, kita bisa temukan solusi terbaik itu,” tegas
Mentan Amran dalam keterangan pers yang diterima Harianberantas.co, Senin
(28/11/23).
Senada,
Direktur Jenderal Hortikultura Prihasto Setyanto juga telah memerintahkan
petugas Kementerian Pertanian turun ke lapangan secara terus menerus. Tim
tersebut, kata Prihasto, terlibat dalam pemantauan harga, distribusi bantuan,
pemantauan serangan hama dan penyakit tanaman, serta memberikan edukasi kepada
petani.
“Tim kami
sudah turun di lapangan, ada yang memantau harga, ada yang memantau bantuan di
titik bagi (distribusi), tim POPT memantau serangan hama dan penyakit tanaman,
dan beberapa tim hadir untuk memberikan edukasi kepada petani.” jelas Anton,
sapaan akrabnya Prihasto Setyanto yang juga saat ini tengah menjabat Plt.
Sekjen Kementan itu.
Dirinya
menjelaskan, meski kenaikan harga cabai merupakan hal yang wajar, namun upaya
pemberian bantuan pompa sumur dalam di beberapa daerah telah dilakukan untuk
mengatasi dampak kekeringan tersebut, sehingga diharapkan produksi dapat
kembali normal.
Menurut
Anton, produksi cabai saat ini masih pada tingkat aman dibandingkan kebutuhan
konsumsi. Ia menegaskan, dengan turunnya hujan, petani akan kembali bercocok
tanam dan produksi cabai diprediksi akan surplus pada tahun ini meski fluktuasi
bulanan mungkin bersifat musiman.
Berdasarkan
rilis tersebut, di Kabupaten Bulukumba harga cabai meningkat drastis.
Diutarakan dua petani yakni Ice Rismayani dan Muhammad Ramli, mereka merasakan
dampaknya. Diakui Ice, stok cabai berkurang akibat cuaca El Nino ekstrem,
sedangkan Ramli menilai tingginya harga cabai merupakan peluang untuk
mengembangkan ladang cabai lebih besar dan mengatasi kerugian sebelumnya.
Menurut
pengakuan kedua orang petani cabai di desa Bontobangun Kec. Rilau Ale itu,
harga cabai rawit di tingkat petani saat ini dibandrol dengan harga Rp. 45
ribu, cabai keriting, Rp. 37 ribu sedangkan cabai besar Rp 25 ribu. Hal itu
diakui Ice karena stok cabai di Kota Kabul (sebutan Kota Bulukumba di kalangan
anak milenial) berkurang akibat kemarau panjang yang melanda selama hampir 4
bulan.
“Saya selaku
petani tentunya sangat senang sekali kalau harga cabai mahal, karena bisa
mengembalikan kerugian kami yang dulu. Sekarang ini kami bisa menabung
keuntungannya untuk mengembangkan ladang cabai yang lebih besar (luas-red).
Harusnya masyarakat mengijinkan kami untuk menikmati keuntungan dari cabai itu,
agar para petani seperti kami ini bisa merasakan Kesejahteraan,” kata keduanya.
Sekadar
informasi, selain di Bulukumba, kenaikan harga cabai juga terjadi di Jeneponto,
dimana harga cabai rawit mencapai Rp 60 ribu per kilogram. Terpantau di
lapangan, banyak petani cabai yang mengalami kerugian akibat kekeringan yang
belum terselesaikan secara tuntas sepenuhnya, padahal bantuan pompa air dari
Kementerian Pertanian telah memberikan manfaat bagi sebagian petani.
Kementerian
Pertanian terus berupaya mendukung petani dengan memberikan bantuan tambahan,
memantau kondisi lapangan, dan memberikan solusi agar harga cabai kembali
stabil di tengah dinamika perdagangan yang saat ini yang terjadi.(*).